Jombang Mendekati pilihan presiden (Pilpres) yang tinggal 17 hari lagi, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Jombang belum menerima kebutuhan logistik pilpres dari KPU pusat. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Pokja Logistik KPU Jombang, Sayekti Suindiyah, Minggu (21/6/2009).

    Menurut Sayekti, seharusnya pihaknya sudah harus menerima logistik tersebut karena pilpres yang sudah dekat. “Seharusnya tanggal 18 Juni 2009 kemarin kita sudah dikirim, namun hingga kini kita masih belum menerimanya,” katanya.

    Sayekti juga tidak mengetahui alasan yang jelas terkait kelambatan pengiriman logistik tersebut. Ia juga telah menghubungi KPU Pusat, namun belum ada jawaban yang pasti.

    “Saya juga sudah SMS, namun belum ada jawaban,” katanya menjelaskan.

    Terkait tempat yang akan digunakan untuk penyimpanan logistik tersebut, Sayekti kembali mengatakan pihaknya telah meminjam satu gedung yang ada di Jombang.

    “Kita telah meminjam satu gedung, yakni di gedung Korpri,” ujarnya sembari mengatakan satu gedung saja sudah cukup untuk penyimpanan logitik tersebut.

    Terpisah Aan Anshori, Koordinator Lingkar Indonesia Untuk Keadilan (LINK) Kabupaten Jombang sangat menyayangkan dengan keterlambatan pengiriman logistik tersebut. Ia khawatir akan mengganggu proses pilpres di Kabupaten Jombang.

    “Kalau dibiarkan dapat mengganggu proses dalam pilpres 8 juli mendatang,” ujarnya.

    Maka dari itu, Aan menyarankan agar KPU yang baru ini lebih pro aktif untuk melakukan komunikasi dengan KPU pusat.

    “Ini adalah ujian KPU yang baru, maka dari itu mereka (KPU,red) harus pro aktif dalam komunikasinya dalam artian tidak hanya menunggu saja,” pungkasnya.

    Diduga disekap majikannya

    JOMBANG – Persoalan Tanaga Kerja Indonesia (TKI) tak ada habisnya, Kali ini menimpa Dewi Fitri (21) warga Dusun Gempol, Desa Legundi, Kecamatan Gudo, Jombang. Berniat membantu beban ekonomi keluarga untuk mencari nafkah dinegeri Jiran Malaysia, justru malah menghilang tanpa ada kabar.
    Informasi yang dihimpun, Anak pasangan Mujianto dan Wiwik ini dilaporkan tidak diketahui kabarnya sejak keberangkatannya menjadi TKI di Malaysia pada tahun 2004 lalu. Sejak itu, pihak keluarga menduga, anak kesayangannya yang telah merantau selama lima tahun itu disekap oleh majikannya.

    Saat itu, sekitar pertengahan tahun 2004 korban bersama ibunya Wiwik, mendaftarkan diri di PJTKI (Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia) melalui PT Tenaga Sejahtera Wirata, yang berkantor di Jl Tinalan III, Kota Kediri. Lalu tak lama, Mereka berdua dikirim ke Pulau Pinang untuk dipekerjakan.

    “Saya bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) sedang anak saya bekerja di warung internet,” Kata Wiwik, dengan perasaan sedih saat ditemui beberapa wartawan, Kamis (18/6) kemarin.

    Wiwik menjelaskan, ia bertemu anaknya terakhir kalinya ketika awal bekerja. selanjutnya, setiap dirinya hendak menemui Fitri selalu dihalang-halangi oleh majikan FItri. Hal itu berlanjut sampai kontrak kerja Wiwik habis dan harus kembali pulang. Dan hingga saat ini ia belum mengetahui keberadaan anaknya dan komunikasi terputus.

    “Setiap saya kirim surat tidak pernah ada balasan. Begitupun ketika saya telepon, jawabannya sedang bekerja karena tidak diizinkan berbicara dengan saya,” tuturnya.

    Terkait Perusahaan yang telah memberangkatkannya, Wiwik mengatakan dirinya telah meminta pertanggung jawaban. Namun, justru malah sebaliknya, perusahaan berkata lain, bahwa kabar terakhir yang diterima, menuduh anaknya telah melarikan diri dari rumah majikannya.

    Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Tarnsmigrasi Kabupaten Jombang, Harry Kusmadi mengatakan jika sebelumnya pihaknya belum mengetahui persoalan tersebut. Ia mengaku baru mengetahui informasi itu dari para wartawan yang sedang menemuinya.

    “Nasmun jika terjadi, saya akan menghubungi pihak yang telah melakukan pemberangkatan. Dan selanjutnya kita akan lebih meminta pertanggung jawaban. Dalam waktu dekat ini akan kami hubungi setelah memnta keterangan dari pihak keluarga,” kata Kata Harry ketika ditemui Surabaya Pagi di Kantornya. Jika tidak mau bertanggung jawab, lanjut Harri, pihaknya akan menyampaikan untuk dicabut izin perusahaan tersebut.

    Empat pelajar diamankan



    JOMBANG - Jajaran Kepolisian Satuan Lalu Lintas, Polres Jombang melakukan razia kepada para pelajar yang melakukan konvoi arak-arakan dalam merayakan kelulusan Unas. Selas (16/6/2009). Ratusan pelajar yang melakukan konvoi secara ugal-ugalan tersebut dibubarkan secara paksa oleh petugas kepolisian setempat, karena dianggap mengganggu kenyamanan jalan raya. "Ayo bubar semua, pulang saja kerumah, jangan membikin keramaian dijalan," himbau salah satu petugas kepada segerombolan pelajar.

    Selain kepolisian, petugas Satpol PP pun ikut membubarkan sejumlah pelajar yang dianggap membuat keonaran di depan pendopo Kabupaten Jombang. Selain membuat suara bising dengan geberan motor protolan, beberapa pelajar juga melakukan atraksi motornya.

    "Pembubaran aksi ugal-ugalan ini dilakukan karena mengganggu ketertiban dan kenyamanan di lingkungan pendopo," kata Urip, petugas Satpol PP yang bertugas menjaga pendopo kabupaten setempat.

    Mengetahui adanya himbauan tersebut. Para pelajar langsung meninggalkan lokasi pendopo tersebut. Selanjutnya, mereka melakukan konvoi keliling kota Jombang. Akibatnya dapat diduga, sejumlah titik jalan protokol di Jombang macet untuk beberapa saat.

    Sementara itu, dalam konvoi tersebut, sedikitnya empat pelajar berhasil diamankan oleh petugas kepolisian. Hal itu dikarenakan himbauan petugas untuk tidak melakukan konvoi dijalan tidak dihiraukan. Selanjutnya mereka dibawa ke Pos Polantas Ringin Contong untuk diberikan pembinaan.

    Menurut Kanit Patroli Polantas Jombang, Ipda Nanang, Sebelumnya pihaknya telah menghimbau para pelajar untuk pulang ke rumah masing-masing. Namun demikian, mereka masih nekad melakukan konvoi di jalanan. Akhirnya, polisi menangkap sejumlah pelajar yang bandel tersebut.

    “Padahal Sebelumnya kami sudah menghimbau mereka (pelajar, red) untuk langsung pulang, tapi mereka masih membandel. Karena itu, kami menangkapi sejumlah pelajar yang masih berkeliaran itu,” katanya.

    Dijelaskan Nanang, para pelajar yang tertangkap akan diberikan pembinaan. Selain itu, pelajar yang surat-surat kendaraannya tidak lengkap akan ditilang. "Yang tidak mempunyai kelengkapan surat kita tilang," tegasnya.


    JOMBANG - Puluhan ibu-ibu warga Desa Kepuhkajang Kecamatan Perak, Jombang melakukan unjuk rasa di balai desa setempat. Dalam aksinya mereka menuntut perangkat desa untuk segera menyelesaikan kasus perselingkuhan yang melibatkan warga desanya.

    Dalam aksi unjuk rasa tersebut, mereka membawa poster yang berisikan kata-kata hujatan. Setelah sampai dibalai desa, merak ditemui oleh perangkat desa yang selanjutnya melakukab dialog bersama. Karena tidak ada titik temu, akhirnya perangkat desa mendatangkan Kapolsek Perak, AKP Herry Sucahyo, untuk menengahi dialog tersebut.

    Dalam dialog yang dilakukan penuh dengan emosi tersebut, diketahui salah seorang warga yang bernama Marsudi (39) telah melakukan perselingkuhan dengan Sumiati (29) yang juga tetangganya. Padahal Sumiati adalah istri dari Suliono (40). Bahkan Marsudi pernah mengajak Sumiati menginap di salah satu hotel di Jombang dan Kertosono beberapa kali. "Mereka pernah menginap dua kali dihotel," ujar salah satu warga dalam dialog tersebut, Rabu (17/06/2009).

    Aib pasangan mesum itu akhirnya dibongkar oleh suami Sumiati, yakni Suliono. Kasus pun berlanjut ke tingkat desa. Marsudi, Sumiati, dan Suliono di dudukkan dalam satu meja oleh perangkat desa setempat. Dalam forum tersebut, pelaku tel;ah mengakui perbuatannya dua kali dengan Sumiati.

    Mengetahui pengakuan tersebut, Suliono merasa tidak terima atas kejadian perselingkuhan yang menimpa keluarganya itu, dan ia akan menempuh jalur hukum. Namun upaya ngotot Suliono itu reda. Bahkan disepakati jalur kekeluargaan, yakni Marsudi harus membayar denda sebesar Rp 7 juta terhadap Suliono pada hari selasa, 16 Juni 2009.

    Namun hingga jatuh tempo, Marsudi belum membayar uang yang telah disepakatinya. Bahkan belakangan beredar kabar bahwa Marsudi telah dijadikan obyek pemerasan oleh Suliono. Hingga akhirnya, puluhan warga melakukan unjuk rasa ke balai desa Kepuhkajang. "Ini jelas telah terjadi pemerasan," kata Indahwati (35) sembari membentangkan poster yang dibawanya.

    Karena tidak menemukan titik temu, Kapolsek Perak, AKP Herry Sucahyo, akhirnya membawa persoalan tersebut ke Polisi. Bahkan, usai dialog seluruh pihak yang terlibat langsung di bawa ke Mapolsek Perak guna pemeriksaan. "Mulai hari ini kasus ini akan diselesaikan secara hukum di Polsek Perak," tegasnya

    JOMBANG - Meski pelantikan anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jombang yang baru sudah dilakukan beberapa hari yang lalu. Namun, mereka masih belum merasakan ketenangan, pasalnya, hingga kini lima anggota KPUD baru tersebut yakni Machwal Huda, Nurilaya, Ja'far, Muhaimin Sofi dan Sayekti Suindiyah belum mengantongi Surat Keputusan (SK) dari KPU Provinsi. "Kita belum menerima SK nya," Kata Nurilaya

    Menurut Nurilaya, beberapa hari lagi SK tersebut akan turun dari KPU provinsi. "Kira-kira 2 hari lagi SK nya akan turun, dan itu tidak ada persoalan kok," katanya menjelaskan.

    Lebih lanjut pria yang baru ngantor dua hari yang lalu ini tidak mempersoalkan kinerja barunya itu. Paslnya, dengan pelantikan dan sumpah jabatan yang dilakukannya saat pelantikan sudah kuat dalam menjalankan tugas-tugasnya. "Tidak ada persoalan, karena kita sudah dilantik dan disumpah kemarin,"tandasnya.

    Sementara itu, sebelumnnya beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat sempat mempermasalahkan SK tersebut. Sehingga KPUD Jombang belum bisa melaksanakan tugas-tugasnya yang baru. Dengan alasan belum mempunyai dasar hukumnya. "Mereka Kan belum menerima SK, jadi belum bisa melakukan tugasnya," Kata Ketua Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ), Joko Fattah Rokhim, kemarin.

    Seperti yang diberitakan sebelumnya, selain mempersoalkan SK, mereka (LSM,red) juga mempersoalkan proses rekrutmen anggota KPU yang baru. Karena dianggap cacat hukum yakni melanggar pasal 26 dan 27 Undang-Undang penyelengaraan pemilu Nomor 22 tahun 2007.

    JOMBANG - Seleksi perekrutan anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Jombang didinilai cacat hukum. Yakni melanggar undang-undang penyelenggaraan pemilu nomor 22 tahun 2007 pasal 25 dan 26.Yang intinya kewajiban tim seleksi mengirimkan 10 orang ke KPU provinsi dan dirangking untuk diambil 5 orang. "Tapi ternyata tim seleksi mengirimkan 20 orang. Dalam undang-undang tidak ada seperti itu," kata Ketua Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ), Joko Fattah Rochim, Minggu (14/6/2009).

    Menurut Fattah, sesuai dengan surat KPU pusat dengan Nomor 919/KPU/V/2009 yakni pihak KPU telah memerintahkan apabila ada kesalahan dan persoalan di KPU kabupaten/Kota, maka dikembalikan menjadi 20 besar. "Itu kan bahaya, Undang-undang dikalahkan dengan surat KPU," ujarnya dengan protes.

    Selain itu, lanjut Fattah, Hingga kini pelantikan KPU yang dilakukan pada tanggal 12 Juni 2009 kemarin belum ada Surat Keputusannya (SK). Bahkan tidak ada pengumumannya sama sekali. "Sepertinya ada yang ditutup-tutupi," katanya.

    Menyikapi permasalahan tersebut, pihaknya akan melakukan gugatan ke pengadilan. Sebab persoalan tersebut tidak main-main dan telah melanggar undang-undang.

    Senada dengan yang dikatakan Koordinator Lingkar Indonesia Untuk Keadilan (LINK) Jombang, Aan Anshori. Ia menilai tahapan dari 10 besar menjadi 20 besar tersebut tidak ada dasar hukumnya. Selama ini, menurutnya keputusan yang diambil hanyalah keputusan politik saja. "Keputusan itu diambil karena waktu yang mepet saja, jadi tidak ada payung hukumnya," ujarnya.

    Seharusnya, lanjut Aan, dalam proses tersebut dapat melalui pengadilan, dengan demikian tahapan-tahapan yang dilalui ada payung hukumnya. "Kalau seperti ini, legitimasi KPU yang baru tidak cukup," tandasnya.

    Aan juga mendukung apbila ada gugatan atau protes yang dilakukan oleh masyarakat terhadap proses seleksi rekrutment KPU setempat yang dinilai melanggar undang-undang.

    Dikonfirmasi terpisah, Tim seleksi Perekrutan KPUD Jombang, Tadjoer Rizal mengatakan pihaknya tidak mengetahui masalah tersebut dengan alasan bukan kewenangannya. "Itu bukan kewenangan kami, itu urusan KPU Provinsi," katanya dengan singkat ketika dihubungi Surabaya Pagi melalui ponselnya.

    Sementara itu anggota KPUD Jombang, Medang amrullah saat ditanya menyatakan dirinya tidak mengetahui sama sekali. Bahkan dirinya mengaku belum mendapatkan pemberitahuan dan pengumumannya. "Saya juga tidak tahunilai dan rangking seleksinya," tandas Medan yang juga lolos menjadi 10 besar dalam seleksi tersebut.


Top