POPULARITAS SBY JATUH 20%

JAKARTA
Kenaikan harga BBM hingga 20 persen menyebabkan popularitas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jatuh. Bahkan, rating SBY kini berada di bawah mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, rival utamanya yang juga Ketua Umum DPP PDIP.
Berdasarkan survei yang dilakukan Indo Barometer, popularitas SBY jatuh hingga 20 persen pasca kebijakannya menaikkan harga BBM, akhir 24 Mei 2008 lalu.
Berdasarkan hasil survei Indo Barometer, popularitas SBY kini terpuruk ke angka 20,7 persen. Hasil survei yang diumumkan Minggu (29/6) menunjukkan, popularitas SBY berada di bawah Megawati yang mendapat rating 30,4 persen. Padahal, per Desember 2007 lalu, popularitas SBY masih berada di puncak dengan 49,5 persen. Ini untuk kali pertama popularitas SBY terpuruk di bawah Megawati sejak Pilpres 2004 lalu.
Merosotnya popularitas ini membuat SBY dan pendukungnya memikul pekerjaan mahaberat untuk mendongkrak kembali ratingnya ke level teratas menjelang pesta politik Pemilu 2009 dan Pilpres 2009.
"Bagi saya, waktu 6 bulan sangat berat untuk recovery. Ini pekerjaan mahaberat Presiden SBY. Recovery mungkin bisa dilakukan. Tapi, apakah bisa terlaksana tahun 2008, walahua'lam," tegas Direktur Indo Barometer, M Qodari, kepada detikcom, Senin (30/6).
Menurut Qodari, menaikkan popularitas SBY sangat tergantung pada banyak hal. "Tergantung pula pada kondisi ekonomi dunia dan harga minyak dunia. Harga minyak dunia akan naik terus," ujar Qodari. Selain itu, lanjut Qodari, popularitas SBY juga sangat tergantung pada harga pangan dunia. Dan, harga pangan dunia meningkat tanpa atau ada kenaikan BBM, baik untuk konsumsi maupun energi alternatif.
“Jadi, (popularitas SBY) tergantung pada program pemerintah menangani dampak-dampak kenaikan BBM. Bantuan langsung tunai (BLT) saja, tidak cukup menutupi kesulitan kenaikan BBM. Harus ada implementasi program tambahan di luar BLT, seperti meningkatkan penciptaan lapangan kerja untuk memulihkan tingkat kepercayaan," jelas Qodari.
Qodari menilai, komunikasi politik SBY dalam mensosialisasikan kenaikan harga BBM juga masih kurang. "Semua alasan ditolak masyarakat, termasuk dalih yang populis yakni membantu rakyat miskin. Jadi, komunikasi perlu ditambah lagi," katanya.
Qodari mengingatkan, saat dua kali menaikkan harga BBM di 2005, Maret dan Oktober, popularitas SBY juga langsung turun. Namun, turunnya popularitas saat ini hanya berkisar 4 persen. Berbeda dengan sekarang, yang turun tujuh kali lipat yakni 20 persen.
"Mayoritas publik tidak puas terhadap kinerja pemerintahan SBY dan cenderung memilih Megawati saat disodori nama Capres periode 2009-2014, yakni sebesar 38,2 persen,” katanya seraya menyebut popularitas Sri Sultan HB X berada di urutan ketiga dengan 10,2 persen. Kalah popularitas, berarti SBY kalah pesona dengan Megawati, mantan seterunya di Pilpres 2004 lalu yang kini rajin mengunjungi rakyat di berbagai daerah. Jebloknya pesona pasca kenaikan harga BBM ini sudah diperkirakan akan terjadi sebelumnya.
"Sebenarnya, ini sudah kita perkirakan dan sudah pula diantisipasi. Setelah ada kenaikan BBM, (popularitas) pasti turun, tapi tiga bulan lagi akan naik," kata Jubir Kepresidenan, Andi Mallarangeng, di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta, Senin kemarin.
Dijelaskan Andi, hal serupa juga terjadi pada kenaikan BBM 2005 (naik hingga 125 persen pada 1 Oktober 2005). Berbagai survei yang ada menyebut popularitas SBY akan terjun bebas akibat kebijakan tersebut. Tapi, hasil survei yang digelar tiga bulan kemudian, menunjukkan situasinya telah berbalik 180 derajat.
Fluktuasi popularitas seorang pemimpin ada trend dan siklusnya. Karena itu, Andi yakin, sebenarnya para penyelenggara survei - siapa pun itu, sepenuhnya sadar bahwa seorang pemimpin harus berani mengorbankan popularitas demi selamatkan bangsa dan negara. "Penyelenggara survei itu pasti tahu bahwa pemimpin harus berani ambil keputusan demi perekonomian bangsa meski itu mengorbankan popularitasnya," jelasnya.
Andi menolak mengomentari lembaga survei Indo Barometer. Bagi dia, maraknya jajak pendapat atas kinerja pemerintahan dengan berbagai macam metode penelitian yang dipakai, pemilihan sample dan error-nya merupakan fenomena lazim dalam iklim demokrasi.
"Tentu susah kalau kita komentari satu demi satu survei. Kita ikuti saja survei yang ilmiah dan non-profit, dari situ kita bisa melihat trennya ke mana," imbuhnya. Hal senada juga dilontarkan Max Hupacua, salah seorang petinggi Partai Demokrat, parpol yang jadi pendukung utama SBY. Dia yakin popularitas SBY akan pulih dalam 3 bulan ke depan.
Sementara, Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR, Syarif Hasan, sangat yakin kalau popularitas SBY akan pulih dalam tempo 6 bulan, setelah adanya recovery. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari hasil survei Indo Barometer itu. Bagi kami, itu (hasil survei) bukan satu-satunya yang dijadikan barometer, apalagi kami sudah memprediksi jauh sebelumnya,” kata dia.
“Kita lihat saja nanti dalam waktu enam bulan ke depan, meski kami menganggap, hasil survei itu adalah bagian dari konsekuensi atas sikap yang dilakukan pemerintahan sekarang ini," lanjut Syarif Hasan.
Lain lagi pengakuan Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Achmad Mubarok. Menurut dia, hasil survei Indo Barometer itu harus disikapi dengan penuh kesabaran. "Kami anggap, hasil itu (popularitas SBY jatuh) sebagai sesuatu yang wajar. Kita sikapi dengan bersabar, tidak perlu reaktif. Popularitas Pak SBY itu ibarat gelombang laut, kadang naik, kadang pula turun," katanya.
Mubarok menilai, menurunnya popularitas berdasar survei terkini Indo Barometer itu tak lain karena SBY lebih bersikap memilih menyelamatkan bangsa, berani tidak popular, sehingga berani menaikkan harga BBM. Namun, Mubarok berani menjamin, belum tentu yang kini sedang berada di atas (Megawati) akan berada di atas terus.
"Kami yakin, yang kini sedang berada di atas tak ada jaminan akan terus di atas. Sekarang kita memang sedang berada di bawah. Tapi, ada saatnya nanti kita akan kembali ke atas lagi," tukas Mubarok.
Sementara itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Bulan Bintang (PBB) menilai hasil survei ini bisa menjadi acuan baginya, apakah akan mendukung SBY atau tidak untuk dicalonkan kembali sebagai Capres 2009. Sekjen DPP PPP, Irgan Chairul Mahfiz mengungkapkan, partainya belum terlalu serius memikirkan siapa yang akan diusung sebagai capres di 2009.
"Hasil survei itu, tentu menjadi pertimbangan. Akan tetapi, saat ini kami belum bisa memutuskan apakah akan mengusung SBY sebagai Capres atau tidak. Kami ingin berkonsentrasi terlebih dulu pada persiapan Pemilu Legislatif. Survei terhadap Pak SBY, lebih baik kita biarkan dulu, sambil mempertimbangkan secara masak," jelas Irgan Chaerul dilansir KCM kemarin.
Ketua DPP PBB yang tak lain adik kandung mantan Mensesneg, Yusril Ihza Mahendra, juga senada. Menurut dia, PBB tentu akan mempertimbangkan pula terkait fatsoen politik yang dilakukan duet Presiden SBY-JK yang telah melengserkan kakak kandungnya sebagai Mensesneg.


No comments:

Write a Comment


Top